Penegakan Khilafah oleh Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam
Semoga tulisan ini bisa membuka mata hati mereka yang masih memiliki
persepsi yang salah mengenai penegakan khalifah, arogan dan berperilaku Agresif
secara Verbal maupun Visual.
Pada masa awal kenabian Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam,
Kota Makkah menikmati status sebagai sebuah kota Negara yang terorganisir. Pada
saat itu kota Makkah memiliki 25 kantor public yang menangani berbagai urusan
Negara seperti, ketentaraan, pendapatan, tempat ibadah, hubungan luar negeri,
administrasi hukum dan sebagainya.
Kondisi yang kontras terjadi di kota Yathrib, Yathrib
[Madinah] pada saat yang sama berada dalam status anarkis, sikap Primordial
meyelimuti warganya. Setengah populasinya merupakan warga Arab yang terbagi
kedalam 12 suku Aus dan Khazraj, setengahnya lagi merupakan warga Yahudi yang
terbagi kedalam 10 suku Banu Nadzir dan Banu Quraiza. Perselisihan berkecamuk
diantara mereka sejak beberapa generasi.
Sebagian warga Arab yang telah beraliansi dengan sebagian warga Yahudi,
bermusuhan dengan sebagian warga Arab lainnya yang telah beraliansi dengan
sebagian warga Yahudi lainnya juga. Pertikaian yang berlangsung terus menerus
ini telah membuat kedua pihak merasa putus asa. Dan meskipun beberapa di antara
mereka ada yang ingin meminta bantuan militer dari suku-suku luar seperti
Quraish untuk mengatasi permasalahan, Kelompok-kelompok yang cinta damai
bermunculan dan berkembang besar di Yathrib. Mereka mulai membuat persiapan
besar untuk mengangkat Abdullah bin Ubay
bin Salul dari Bani Khazraj sebagai raja. Begitu besarnya persiapan tersebut
sampai-sampai Mahkota pun telah dibuat untuk dipakai pada acara
pengangkatannya.
Sungguh, Nabi Salallahu Alaihi Wassalam telah menunjuk 12
orang muslim pada saat Ikrar Aqabah untuk menjadi wakilnya di 12 suku – satu
orang muslim untuk setiap satu suku -. Hal ini menunjukan bahwasanya beliau sedang
berusaha untuk membuat sentralisasi kekuasaan, namun tetap dengan memberikan
kewenangan kepada setiap suku
untuk memiliki kedaulatan sendiri yang independen dan untuk memutuskan urusan
internal mereka di saqifah sendiri, dan tidak ada organisasi pusat di kota
Yathrib.
Melalui upaya para pengkhotbah yang terlatih, sejumlah besar
orang di kota Yathrib telah menerima Islam sebagai agama mereka selama tiga
tahun. Namun agama belum menjadi urusan domestik di sana dan belum mencapai
status politik. Orang-orang yang menganut agama berbeda, dulu terbiasa tinggal
satu rumah . Dalam situasi seperti inilah, Nabi Salallahu Alaihi Wassalam
datang ke Madinah, di mana masalah-masalah berikut menuntut solusi mendesak:
- Definisi Hak dan Kewajiban, baik sebagai Individu maupun sebagai anggota Masyarakat.
- Pengaturan Pemukiman dan penghidupan bagi para pengungsi dari Makkah.
- Membangun pemahaman dengan penduduk non muslim kota Yathrib, khususnya orang Yahudi.
- Pengaturan organisasi politik dan militer bagi pertahanan kota.
- Kompensasi untuk korban jiwa dan harta benda yang diderita para pengungsi dari Mekkah di tangan suku Quraish.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan inilah, maka nabi
Salallahu Alaihi Wassalam – 6 bulan setelah kedatangannya di Madinah – kemudian
menulis norma-norma, yang kemudian disebut sebagai kitab dan Sahifah bagi norma
itu sendiri, dan jelas dia menulisnya setelah berkonsultasi dengan pihak-pihak
yang berkepentingan. Perlu diingat bahwasanya menyangkut hukum-hukum umum
Negara – artinya surah-surah Al Qur’an - selalu segera dilakukan penulisan sesuai
dengan apa yang diungkapkan atau diwahyukan. Namun untuk ujaran atau
perintahnya sendiri, Nabi Salallahu Alaihi Wassalam yang sederhana dan
berhati-hati, telah mengeluarkan perintah pelarangan umum agar tidak
dituliskan. Sehingga ketika Piagam Madinah ini ditulis - meskipun telah ada
perintah pelarangan - hal ini menyiratkan arti pentingnya piagam ini.
Sebuah piagam yang kemudian disebut
sebagai kitab atau sahifah, yang berarti "panduan perilaku" atau
"bagan tugas". Faktanya,
piagam ini merupakan pernyataan kota Madinah sebagai sebuah negara kota untuk
pertama kalinya, dan untuk meletakkan norma-norma bagi administrasinya.
Jean-Jacques Rousseau |
Jean-Jacques Rousseau dan Thomas Hobbes
serta para ilmuwan politik lainnya menganggap kontrak sosial antara para
penguasa dengan yang diperintah sebagai titik awal sebuah negara. Contoh paten
dan faktual mengenai hal ini dapat ditemukan dalam Ikrar [Bai’at] Aqabah, di
mana orang-orang Madinah menerima Nabi Salallahu Alaihi Wassalam sebagai
pemimpin mereka, mengundangnya untuk datang ke negara mereka dan setuju untuk
mematuhi perintahnya dalam suka maupun duka. Ini adalah alasan mengapa dokumen
yang sedang didiskusikan bukan dari jenis kontrak tetapi dikeluarkan sebagai Resolusi
dan Proklamasi. Jadi setiap orang tahu bahwa kitab berarti Resolusi dan Perintah,
misalnya dalam ayat-ayat Al-Quran berikut :
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“ Sesungguhnya shalat itu
tata cara [Kitab] yang telah ditentukan waktunya bagi orang beriman “ [QS An Nissa, 4:103]
كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ
“ Perang diperintahkan [kitab] kepada mereka “ [QS AN Nissa, 4:77]
Kata “Kitab” telah digunakan dalam artiannya secara khusus di
semua kutipan ayat ini, Dalam bahasa Jerman “Vorschrift”, dalam bahasa Inggris
“"Prescription", dalam bahasa Perancis “"Prescipend",
kata "prescrizone" dalam
bahasa Italia, "prescipcisn" dalam bahasa Spanyol. semua memiliki
makna "Perintah" dan "Ordinansi," memiliki makna akar kata
mereka dari kata "menulis/writing/kitab".
Nabi, yang merupakan sosok pecinta ketertiban dan persatuan,
mencari solusi untuk kondisi sentrifugal yang tengah terjadi di Jazirah Arab pada umumnya dan di Kota Yathrib pada
khususnya, dengan mengusung motto "satu penguasa dan satu hukum." Perintah
Sentripetal dari Zakat dan Haji – yang kemudian membawa umat kepada sebuah
kontrol bersama melalui
kekuasaan yang diberikan kepada pemerintah pusat, untuk memungut dan
mengumpulkan pajak serta melalui Ibadah haji ke Kiblat yang sama – belum diterima.
Namun, perintah untuk beriman kepada satu Tuhan, Kepatuhan atas
perintah-perintah dari nabi yang sama [Musa & Isa Alaihi Salam] dan
ketaatan menjalankan Ibadah rutin yang sangat mempengaruhi keyakinan dan
tindakan mereka, sudah ada. Sekarang konstitusi baru negara-kota ini membawa
serta perubahan dan perbaikan revolusioner yang sangat penting dan – bagi
Jazirah Arab - sangat revolusioner, dengan memberikan kepada Ummat sebuah
Lembaga Publik Pusat untuk mencari keadilan, disebuah tempat dimana biasanya
setiap orang mencari keadilan dengan usaha dan tangannya sendiri, maksimal
dengan pihak keluarga. Inovasi pembentukan zaman ini telah tercatat dalam
piagam madinah, yang mengakhiri semua masa yang penuh pertikaian kesukuan dan
meletakan sebuah pondasi bagi sebuah institusi yang lebih besar, sebuah Negara.
Dalam Piagam Madinah ini Nabi Salallahu Alaihi Wassalam, menjaminkan
sendiri kekuatan peradilan, legislatif, militer dan eksekutif tertinggi bagi
dirinya, namun perbedaan
yang sangat penting dan luar biasa antara otoritas madinah dan penguasa
otokratis negara-negara lainnya adalah dalam otoritas madinah yang dibangun
oleh Nabi Salallahu Alaihi Wassalam, materialisme
tidak memiliki bagian untuk dimainkan di didalamnya. Nabi Salallahu Alaihi Wassalam memperkenalkan unsur-unsur moral
dalam berpolitik. Dia menganggap Tuhan sebagai sumber otoritas dan menganggap
dirinya sebagai utusan sekaligus wakil-NYA. Dan berdasarkan hal inilah beliau mengeluarkan
perintah dan aturan yang diperuntukkan bagi umat namun juga berlaku bagi
dirinya sendiri. Memandang hal inilah maka kita dapat mengatakan, bahwa Islam menolak
teori bahwa "Raja tidak dapat berbuat salah." Dan karena orang yang paling
berkuasa di negara ini tidak dapat
melanggar hukum sesuka hati, para pejabat lainnya dan masyarakat umum secara
alami mematuhi mereka dengan kepatuhan yang lebih besar.
Jika anda memperjuangkan "Khilafah" secara arogan, apalagi berperilaku agresif secara verbal maupun visual, siapa yang sedang anda contoh ? layakkah anda memperjuangkannya ? sebagai penutup saya tambahkan ayat Al Qur'an berikut ini :
Jika anda memperjuangkan "Khilafah" secara arogan, apalagi berperilaku agresif secara verbal maupun visual, siapa yang sedang anda contoh ? layakkah anda memperjuangkannya ? sebagai penutup saya tambahkan ayat Al Qur'an berikut ini :
وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْظُرُ إِلَيْكَ ۚ أَفَأَنْتَ تَهْدِي الْعُمْيَ وَلَوْ كَانُوا لَا يُبْصِرُونَ
"Diantara manusia ada yang berpura-pura mencontoh nabi,
tapi bisakah dia menuntun yang buta ke jalan benar, padahal mereka
sendiri tak bisa melihat ?"
[QS Yunus 10:43]
Komentar
Posting Komentar